Jumat, 28 Juni 2013

LAPORAN PENENTUAN AWAL MUSIM DAN SIFAT HUJAN


Bab 1                                            PENDAHULUAN



1.1.       LATAR BELAKANG

 


   Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia memiliki sistem iklim/cuaca yang unik.
   Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana tersebut, kondisi iklimnya akan dipengaruhi oleh fenomena global seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO), disamping pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi Suhu Muka Laut di sekitar wilayah Indonesia.
   Sementara kondisi topografi wilayah Indonesia yang bergunung, berlembah, serta banyak pantai, merupakan fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Secara klimatologis, wilayah Propinsi Banten dan DKI Jakarta terdapat 8 pola iklim, dimana 6 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun), sedangkan 2 pola lainnya adalah Non Zona
   Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah, dan waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola Lokal).
   Sementara kondisi topografi wilayah Indonesia yang bergunung, berlembah, serta banyak pantai, merupakan fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Secara klimatologis, wilayah Propinsi Jawa Barat terbagi 37 zona musim. 35 Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun), sedangkan 2 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah, dan waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola Lokal). Jumlah pos hujan yang digunakan di Jawa Barat seluruhnya 294 pos, pos hujan Pos Hujan Indramayu, Losarang, Laporan ini disusun berdasarkan data rata- rata curah hujan dasarian pos hujan Indramayu, Losarang, dan Juntinyuat dari tahun 1981 sampai dengan 2008. Data rata- rata curah hujan dilakukan analisis untuk menentukan Awal dan Sifat Hujan Musim, serta AnalisisPergeseran Awal Musim untuk Satu Periode Waktu, kemudian menentukan prediksi musim kemarau di tahun 2009 dengan teknik Probabilitas.

1.2  Tujuan

Laporan ini bertujuan untuk:
1.    Mendapatkan nilai uas praktek mata kuliah iklim dan musim di Indonesia.
2.    Menganalisis awal musim dan pergeseran musim serta sifat hujan di zona musim 78 provinsi Jawa Barat.
3.    memperkirakan Musim Kemarau 2009 daerah zona musim 78 jawa barat Menggunakan Teori Probabilitas, serta Verifikasinya


Bab 2                                            LANDASAN TEORI



2.1 CURAH HUJAN

 


Hujan merupakan gejala atau fenomena cuaca yang dipandang sebagai variabel tak bebas karena terbentuk dari proses berbagai unsur. Curah hujan (mm) merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Jumlah curah hujan dalam satu dasarian (rentang waktu selama 10 hari) lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya ditetapkan sebagai permulaan musim hujan. Sedangkan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1981-2010) disebut sebagai sifat hujan.

2.1  Penentuan Awal Musim
Analisis Awal Musim yang dibuat oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ditentukan berdasarkan “data curah hujan dasarian (10 harian).  Dalam satu bulan dibagi menjadi tiga dasarian, yaitu :

a.    Dasarian I, adalah kurun waktu dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10
b.    Dasarian II, adalah kurun waktu dari tanggal 11 sampai dengan tanggal 20
c.    Dasarian III, adalah kurun waktu dari tanggal 21 sampai dengan akhir bulan.

Awal Musim Kemarau, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Awal musim kemarau, bisa terjadi lebih awal (maju), sama, atau lebih lambat (mundur) dari normalnya (rata- rata 30 tahun)
Awal Musim Hujan, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya. Permulaan musim hujan, bisa terjadi lebih awal (maju), sama, atau lebih lambat (mundur) dari normalnya (rata-rata 1981-2010). 
Rata-rata awal musim kemarau dan rata- rata awal musim hujan merupakan kondisi klimatologis yang diperoleh dari rata-rata selama 30 tahun, sedangkan untuk kondisi tahun per tahun yang biasanya terjadi pergeseran musim seperti kondisi awal musim bisa maju, mundur, atau sama terhadap kondisi klimatologis tersebut.

2.2      Sifat Hujan
Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan kumulatif selama satu bulan di suatu tempat dengan rata-ratanya atau normalnya pada bulan dan tempat yang sama. Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :
a.    Sifat Hujan Atas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.
b.    Sifat Hujan Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya.
c.    Sifat Hujan Bawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya.
Rata-rata curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan minimal periode 10 tahun. Sedangkan normal curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun.

2.3      Fenomena yang Mempengaruhi Iklim atau Musim di Indonesia
2.3.1      El Nino dan La Nina
El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4) atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya). Sementara, sejauhmana pengaruhnya El Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah Indonesia. Fenomena El Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup hangat tidak berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan di Indonesia. Disamping itu, mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
Sedangkan La Nina merupakan kebalikan dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4). Fenomena La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat bila dibarengi dengan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia. Demikian halnya El Nino, dampak La Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia .

2.3.2      Dipole Mode
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut–atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut dimaksud disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI).  Untuk DMI positif, umumnya berdampak kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan nilai DMI negatif, berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

2.3.3      Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Sirkulasi angin di Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

2.3.4      Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (Inter Tropical Convergence Zone / ITCZ)
ITCZ merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa, maka pada daerah-daerah yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan hujan.

2.3.5      Suhu Permukaan Laut di Wilayah Perairan Indonesia
Kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu indikator banyak-sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, dan erat kaitannya dengan proses pembentukan awan di atas wilayah Indonesia. Jika suhu muka laut dingin berpotensi sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya panasnya suhu muka laut berpotensi cukup banyaknya uap air di atmos










BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 PERGESERAN MUSIM

 


 
  Analisis pergeseran awal musim untuk satu periode waktu tertentu, merupakan perbandingan rata-rata awal musim beberapa tahun terakhir terhadap rata-ratanya selama periode tahun sebelumnya. Sebagai contoh, rata-rata awal musim periode 2001-2010 dibandingkan terhadap rata-rata awal musim periode 1981-2000. Jika data tersedia cukup panjang, sebaiknya rata-rata periode tahun sebelumnya sebagai pembanding adalah selama 30 tahun sebelumnya.
  Dalam laporan ini analisis pergeseran awal musim pada zona musim 78 provinsi Jawa Barat, menggunakan data rata-rata hujan dasarian periode 2001-2010 terhadap rata –rata hujan dasarian 1981-2000. Rata-rata curah hujan dasarian pada zona musim 78 Provinsi Jawa Barat diperoleh dari pos hujan Indramayu, Losaran dan Juntiyuat.
  Rata- rata curah hujan dasarian 1981- 2010 zona musim 78 Provinsi Jawa Barat dilihat  dari grafik dibawah ini :



grafik 1. Rata- rata curah hujan Dasarian 1981 -2010 di zona musim 78 Jawa Barat.
 
Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat rata-rata awal musim kemarau selama 30 tahun terjadi pada April dasarian I dan akhir musim kemarau terjadi pada November I. Rata-rata awal musim hujan terjadi pada November dasarian II dan Akhir musim hujan terjadi pada Maret dasarian III. Dengan demikian, rata-rata periode musim kemarau adalah April I – November I, dan rata-rata “periode musim hujan” adalah November II – Maret III. Dan Rata-rata “panjang musim kemarau” adalah 22 dasarian (220 hari) dan rata-rata “panjang musim hujan” adalah 14 dasarian (140 hari).
Analisis pergeseran awal musim untuk zona musim 78 Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
 

Grafik 2. Rata- rata curah hujan dasarian zona musim 78 jawa barat periode 1981- 2000
   terhadap 2001- 2010.

Dari grafik 2 dapat dilihat menunjukan bahwa awal musim kemarau rata-rata periode 2001-2010 terjadi pada April I sedangkan rata – rata awal musim periode 1981-2000 terjadi pada Maret III berarti awal musim kemarau rata- rata 2001 – 2010 maju dua dasarian terhadap rata- rata 1981- 2000.

Awal musim penghujan periode 1981- 2000 terjadi pada November II Sementara itu, awal musim hujan rata-rata periode 2001-2010 terjadi pada November III berarti rata- rata awal musim periode 1981-2000 mundur satu dasarian terhadap rata- rata 1981-2000.

1.2 PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU DAN MUSIM  
      HUJAN TAHUN 2009
1.2.1 PELUANG AWAL MUSIM KEMARAU     DENGAN METODE PROBABILITAS
Berdasarkan data terjadinya awal musim kemarau dalam dasarian setiap tahun pada periode 1981- 2008 dapat dilihat dari grafik berikut :



LANGKAH PERHITUNGAN PELUANG AWAL MUSIM KEMARAU DENGAN METODE PROBABILITAS
1. Menentukan titik tahun awal
2. Jumlah frekuensi kejadian tahun berturutan:

1 (tahun) =  9
2 (tahun) = 3
3 (tahun) = 1
4 (tahun)=  1
5 (tahun) = 1

3. a. Jumlah frekuensi = 15
    b. Kejadian akhir tahun berturut- turut = 1 (tahun)
    c  Peluang terhadap frekuensi kejadian
      Peluang terhadap frekuensi kejadian 
      <1:9/15 x  100% =60%
     Peluang terhadap frekuensi kejadian 
      >1 :100%-60% =40%

4.       Frekuensi kejadian 
         Maju  : 17
         Mundur       :  6
         Normal       : 4 

5.Peluang kejadian awal musim : Maju, Mundur, Normal
  MAJU  = 17/20*60% = 49%
 MUNDUR =5/6*40%=33%
 NORMAL =100-(49%+33%)=9%

6.Hasil perhitungan menunjukan bahwa awal musim kemarau 2009 peluang terbesar adalah maju dari rata- ratanya, yaitu sebesar 49%.

1.2.2  PELUANG AWAL MUSIM HUJAN DENGAN METODE PROBABILITAS

  Berdasarkan data curah hujan dasarian di zona musim 78 Jawa Barat terjadinya awal musim hujan dalam dasarian setiap tahun pada periode 1981- 2008 dapat dilihat dari grafik berikut:



PELUANG AWAL MUSIM HUJAN DENGAN METODE PROBABILITAS

1.       Menentukan titik tahun awal
2.       Jumlah frekuensi kejadian tahun berturutan:
1 (tahun) = 11
2 (tahun) =1
3 (tahun) = 0
4 (tahun) =1
5(tahun) = 2
3  a. Jumlah frekuensi = 15
     b. Kejadian akhir tahun berturut- turut = 4
     c  Peluang terhadap frekuensi kejadian
        Peluang terhadap frekuensi kejadian
         <4=14/16*100%=88%
        Peluang terhadap frekuensi kejadian
        >4=100- 88 = 12%
4. Frekuensi kejadian
   maju                = 4
   mundur    =15
   normal     = 4

5. Peluang kejadian awal musim : Maju, Mundur,
    Normal

MAJU = 4/5*12%= 10%
MUNDUR  =15/17*88% =78%
NORMAL  =100-(10%+78%)=12%

6.Hasil perhitungan peluang terjadi awal musim hujan dengan metode probability menunjukan awal musim hujan 2009 mundur  dari rata- ratanya sebesar 78%.

1.2.3  PELUANG SIFAT HUJAN MUSIM KEMARAU

Data curah hujan musim kemarau setiap tahunya dari periode 1981 hingga 2010 dapat dilihat dari grafik 5. Rata – rata curah hujan musim kemarau periode 2081- 2008 (April I- November II) sebesar 485 milimeter. menentuan garis AN (Atas Normal) merupakan hasil kali 115% dikalikan rata- ratanya didapatkan nilai 558 milimeter, garis BN (Bawah Normal) merupakan hasil kali 85% dikalikan rata- ratanya diperoleh 412.
 

LANGKAH PERHITUNGAN PELUANG AWAL MUSIM KEMARAU DENGAN METODE PROBABILITAS

1. Menentukan titik tahun awal
2. Jumlah frekuensi kejadian tahun berturutan:
1 (tahun)= 9
2(tahun)=4
3 (tahun)=0
4 (tahun)= 1
5 (tahun) =1
3. a. Jumlah frekuensi = 15
b. Kejadian akhir tahun berturut- turut = 1 (tahun)
c  Peluang terhadap frekuensi kejadian
   Peluang terhadap frekuensi kejadian
   <1:9/15 x 100% =60%
Peluang terhadap frekuensi kejadian
>1 :100%-60% =40%

5. Frekuensi kejadian
AN (atas normal) =12
BN (bawah normal = 9
Normal                        = 7

6.Peluang kejadian sifat hujan curah hujan musim kemarau tahun 2009
AN =12/14*40% =34%
BN=6/13*60%=28%
N=100-(34+28)=38%
7.Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa curah hujan musim kemarau 2009 peluang adalah normal yaitu sebesar 38%.

1.2.4  PELUANG SIFAT HUJAN MUSIM HUJAN

Data curah hujan musim penghujan setiap tahunya dari periode 1981 hingga 2010 dapat dilihat dari grafik 6. Rata – rata curah hujan musim penghujan periode 2081- 2008 (Maret III- November III) sebesar 1027 milimeter. menentuan garis AN (Atas Normal) merupakan hasil kali 115% dikalikan rata- ratanya didapatkan nilai  1202 milimeter, garis BN (Bawah Normal) merupakan hasil kali 85% dikalikan rata- ratanya diperoleh 888 milimeter.


LANGKAH PERHITUNGAN PELUANG AWAL MUSIM KEMARAU DENGAN METODE PROBABILITAS

1.       Menentukan titik tahun awal
2.       Jumlah frekuensi kejadian tahun berturutan:
         1        (tahun) =5
          2        (tahun) =0
         3        (tahun) =2
         4        (tahun) =0
         5        (tahun) =1
        6        (tahun) =1
        8        (tahun) =1

3.       a. Jumlah frekuensi = 10
         b.Kejadian akhir tahun berturut- turut = 1
        c. Peluang terhadap frekuensi kejadian
                 Peluang terhadap frekuensi kejadian 
                < 1=5/10*100%=50%
                 Peluang terhadap frekuensi kejadian
               >1=100-50=50%
4. Menentukan Frekuensi kejadian
AN (atas normal)    =1
BN (bawah normal = 19
Normal                   = 8

5. Peluang kejadian sifat hujan curah hujan  musim hujan tahun 2009
AN =1/4*50% =25%
BN=19/23*50%=41%
N=100-(25+41) =34%

6. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa curah hujan musim hujan tahun 2009 peluang nya adalah bawah normal yaitu sebesar 41%.















BAB IV   KESIMPULAN


4.1 KESIMPULAN

 


Dari hasil analisis awal musim dan pergeseran musim serta prakiraan musim kemarau 2009 di zona musim 78 Provinsi Jawa Barat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari grafik Rata-rata curah hujan selama 30 tahun (1981- 2010) rata- rata awal musim kemarau terjadi pada April dasarian I dan akhir musim kemarau terjadi pada November I, Rata-rata “panjang musim kemarau” adalah 22 dasarian (220 hari).
2. Rata-rata awal musim hujan terjadi pada November dasarian II dan Akhir musim hujan terjadi pada Maret dasarian III, rata-rata “panjang musim hujan” adalah 14 dasarian (140 hari).
3. Rata- rata curah hujan periode 2001- 20010 terhadap periode 1981-2000 menujukan Awal musim kemarau rata-rata periode 2001-2010 terjadi pada April I sedangkan rata- rata awal musim periode 1981-2000 terjadi pada Maret III berarti awal musim kemarau rata- rata 2001 – 2010 maju dua dasarian terhadap rata- rata 1981- 2000.
4.       Awal musim penghujan periode 1981- 2000 terjadi pada November II Sementara itu, awal musim hujan rata-rata periode 2001-2010 terjadi pada November III berarti rata- rata awal musim periode 1981-2000 mundur satu dasarian terhadap rata- rata 1981-2000.
5.       Hasil perhitungan menunjukan bahwa awal musim kemarau 2009 peluang terbesar adalah maju dari rata- ratanya, yaitu sebesar 49%.
6.       Hasil perhitungan peluang terjadi awal musim hujan dengan metode probability menunjukan awal musim hujan 2009 mundur  dari rata- ratanya sebesar 78%.
7.       Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa curah hujan musim hujan tahun 2009 peluang nya adalah bawah normal yaitu sebesar 41%.
8.       Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa curah hujan musim kemarau 2009 peluang adalah normal yaitu sebesar 38%.
9.   Setelah membandingkan hasil perhitungan peluang dengan metode probability dengan data sebenarnya untuk tahun 2009 bahwa awal musim musim kemarau pada tahun 2009 terjadi maju 5 dasarian yaitu pada Februari II hujan yang terjadi curah hujan adalah normal. Sedangkan awal musim hujan mundur 3 dasarian terjadi pada Desember II sifat curah hujan musim hujan adalah dibawah normal. Hasil perhitungan dengan metode probabilitas untuk memperkirakan musim kemarau di zona musim 78 Jawa Barat tahun 2009 menunjukan nilai yang sama dengan data yang sebenarnya sehingga metode probability cocok digunakan untuk memperkirakan hujan di zona musim 78 Jawa Barat.an (rentang waktu selama 10 hari) lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya ditetapkan sebagai permulaan musim hujan. Sedangkan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1981-2010) disebut sebagai sifat hujan.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar