Sabtu, 03 September 2016

ANALISIS KEKERINGAN DENGAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX)   
DI PEMALANG JAWA TENGAH

Oleh : Suci Pratiwi


PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kekeringan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan rendahnya ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kehidupan, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Kekeringan merupakan suatu kondisi penyimpangan sementara dan berbeda dengan musim kemarau. Kekeringan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan dampak. Terdapat empat kategori kekeringan, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan pertanian, kekeringan hidrologi, dan kekeringan sosial-ekonomi. Kekeringan meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim dimana kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan. Disisi lain, kekeringan hidrologi dan pertanian merupakan manifestasi fisik dari kekeringan meteorologis. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekeringan ini adalah dengan memahami karakteristik iklim setiap daerah dengan baik sehingga dapat disusun rencana strategis untuk menghadapi kekeringan pada daerah tersebut. Salah satu faktor utama pembentuk karakteristik iklim adalah hujan. Namun, curah hujan jugalah yang menjadi penyebab utama terjadinya kekeringan meteorologis. Untuk menggambarkan tingkat kekeringan atau derajat kekeringan disuatu daerah, diperlukan indeks yang mewakili suatu keadaan kekeringan tersebut. Indeks kekeringan yang umum digunakan antara lain Standardized Precipitation Index (SPI), Palmer Drougth Severity Index (PSDI).
Indikator yang digunakan dalam memonitoring kekeringan yang dilakukan BMKG adalah menggunakan SPI (Standardrized Precipitation Index). SPI adalah suatu indeks yang diperoleh berdasarkan probabilitas curah hujan untuk setiap skala waktu. Metode SPI merupakan model untuk mengukur kekurangan/defisit curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. Namun SPI bukanlah sebuah alat prediksi kekeringan. SPI membantu kita dalam memonitoring tingkat kekeringan maupun kebasahan pada suatu wilayah tertentu.


Pada kajian ini metode SPI digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekeringan di wilayah Kabupaten Pemalang-Jawa Tengah, dimana Kab.Pemalang merupakan salah satu sentra penghasil beras di Jawa Tengah, karena kegiatan pertanian sangat rentan terhadap kekeringan, untuk itu dengan analisis kekeringan diharapakan dapat membantu petani Pemalang-Jateng mengenali karakteristik kekeringan berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks SPI (Standardrized Precipitation Index).

1.2       Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan kajian ini adalah:
1.      Menghitung tingkat kekeringan 3 Bulanan (SPI 3 bulanan) di wilayah kabupaten Pemalang-Jateng dengan software SCOPIC.
2.      Mengetahui karakteristik kekeringan berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks SPI 3 bulanan dengan menganalisis eksposure SPI yang meliputi severity, duration dan intensity kekeringan SPI selama 30 tahun periode Januari 1981 sampai Juli 2010 pos hujan Sokawati dan Sungapan Pemalang-Jawa Tengah.



 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.2     Jenis Kekeringan
1.         Kekeringan meteorologis : berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada dibawah kondisi normalnya pada suatu musim.  Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan.
2.         Kekeringan pertanian : berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu.
3.         Kekeringan hidrologis : berhubungan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah.  Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah.
4.         Kekeringan sosial ekonomis : berkurangnya pasokan komoditi yang bernilai ekonomi akibat dari terjadinya kekeringan meteorologis, pertanian dan hidrologis

2.3     Indeks Kekeringan Standardized Precipitation Indeks (SPI)
Terjadinya kekeringan meteorologis merupakan tanda awal terjadinya kekeringan, sehingga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kekeringannya sehingga bisa dijadikan sebagai peringatan dini akan adanya kekeringan yang lebih jauh. Salah satu metode yang digunakan dalam analisis kekeringan meteorologis ini SPI (Standardized Precipitation Index). Standardized Precipitation Index (SPI) adalah suatu indeks yang diperoleh berdasarkan probabilitas curah hujan untuk setiap skala waktu. Metode ini merupakan model untuk mengukur kekurangan/defisit curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. SPI dikembangkan oleh T.B. McKee, N.J. Doesken, and J. Kleist, Colorado State University (1993). SPI dapat dihitung untuk skala waktu yang berbeda, sehingga dapat memberi peringatan dini kekeringan dan membantu menilai tingkat keparahan kekeringan, dan dianggap lebih sederhana daripada indeks Palmer. Hal ini memungkinkan fleksibilitas temporal SPI akan berguna dalam aplikasi pertanian maupun hidrologi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Namun SPI bukanlah sebuah alat prediksi kekeringan. SPI membantu kita dalam memonitoring tingkat kekeringan maupun kebasahan pada suatu wilayah tertentu.
Perhitungan SPI untuk setiap lokasi didasarkan pada data curah hujan jangka panjang untuk jangka waktu yang diinginkan. Catatan jangka panjang ini dikaitkan ke distribusi probabilitas, yang kemudian dirubah menjadi distribusi normal sehingga nilai rata-rata SPI untuk lokasi dan waktu yang diinginkan adalah nol (Edwards dan McKee, 1997). Nilai SPI yang positif menunjukkan nilai yang lebih besar dari curah hujan rata-rata, dan nilai negatif menunjukkan kurang dari curah hujan rata-rata. Karena SPI dinormalisasikan, maka kondisi basah dan kering dapat diwakili dengan cara yang sama, sehingga periode basah juga dapat dimonitor menggunakan SPI.
Adapun beberapa keuntungan yang dimiliki oleh SPI adalah :
  • Hanya memerlukan “data curah hujan bulanan”.
  • Dapat dibandingkan dengan daerah yang berbeda keadaan iklimnya.
  • Dapat digunakan untuk menentukan penyimpangan dari kekeringan saat ini (tahun yang sedang berjalan).
  • Dapat dibuat untuk periode yang berbeda dari 1 s/d 36 bulan.
Adapun beberapa kelebihan yang dimiliki oleh SPI adalah :
·      SPI dapat dihitung untuk skala waktu yang berbeda
·      Dapat memberikan peringatan dini kekeringan
·      Dapat membantu menilai tingkat keparahan kekeringan
·      SPI lebih sederhana daripada Palmer Drought Severity Index
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka SPI sangat sensitif  terhadap kualitas dan kuantitas data yang digunakan agar sesuai distribusi. McKee et. (1993) merekomendasikan menggunakan setidaknya 30 tahun dengan kualitas data yang tinggi. Penerapan SPI tergantung pada distribusi probabilitas sesuai teori yang ditemukan pada model data curah hujan mentah sebelum standardisasi.


McKee et al. (1993) menggunakan sistem klasifikasi yang ditunjukkan dalam tabel nilai SPI untuk menentukan intensitas kekeringan yang dihasilkan dari SPI. Sebuah peristiwa kekeringan terjadi setiap saat jika SPI secara terus-menerus negatif dan mencapai intensitas -1,0 atau kurang. Kekeringan ini berakhir ketika SPI menjadi positif. Setiap peristiwa kekeringan, memiliki durasi yang bisa didefinisikan awal dan akhir, dan intensitas untuk setiap bulan berlanjut.
Berdasarkan nilai SPI ditentukan “tingkat kekeringan dan kebasahan” dengan katagori sebagai berikut :
Tabel 2.1 lasifikasi skala nilai SPI
Analisis kekeringan meteorologis dengan menggunakan metode SPI ini dapat dilakukan dengan perioide waktu satu bulanan, tiga        bulanan, enam bulanan, dua belas bulanan dan seterusnyasesuai dengan tujuan dilakukannya analisis.











BAB III
DATA DAN METODE

3.1         DATA
Data yang digunakan dalam analisis kekeringan dengan metode SPI (Standardrized Precipitation Index) di Pemalang Jawa tengah yaitu data curah hujan bulanan dari pos hujan pos hujan Sokawati dan Sungapan Pemalang-jawa Tengah, selama 30 tahun periode periode Januari 1981 sampai Juli 2010.

3.2         METODE
Dalam analisis kekeringan di Pemalang-Jateng jangka waktu perhitungan SPI digunakan SPI 3 bulanan artinya memberikan perbandingan curah hujan selama periode 3 bulan tertentu dengan total curah hujan dari periode 3 bulan yang sama untuk semua tahun yang telah ada dalam data history/database. Menggunakan SPI 3 bulanan dapat “mencerminkan kondisi kelembaban tanah jangka pendek dan menengah”. Nilai SPI dihitung menggunakan metoda statistik probabilistik distribusi gamma.
Operasional BMKG memanfaatkan software SCOPIC untuk memonitor kekeringan meteorologis dengan menggunakan metode SPI. denga menggunakan software SCOPIC dapat dikeluarkan Standardrized Precipitation Index sebagai dasar menentukan tingkat kekeringan suatu daerah.
Dalam software SCOPIC series data curah hujan tidak boleh ada data yang kosong. Metode untuk mengisi data kosong dengan aritmatika sederhana yaitu mengisi data kosong dengan hasil rata-rata bulanan selama 30 tahun atau periode yang ada.

Setelah diperoleh data series nilai Indeks SPI 3 bulanan selanjutnya dibuat grafik untuk dilakukan analisis karakteristik kekeringan dengan menganalisis eksposure kekeringan SPI periode Januari 1981 sampai Juli 2010 pos hujan Sokawati dan Sungapan Pemalang-Jawa Tengah. Perhitungan eksposure kekeringan SPI (Mc Kee, 1993) sebagai berikut:
1)      Durasi :lama atau jumlah bulan dengan nilai indeks SPI negative (Negatif berturut-turut), dikuantifikasi oleh :
Keterangan :
d       : duration
SPIi   : indeks SPI ke i (i = 1,2,…,n)

2)      Saverity: tingkat keparahan dengan nilai indeks SPI <-1 (Negatif < -1 berturut-turut).

3)      Intensity : perbandingan severity dengan duration
 Sum of SPI<-1 / Num of month 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil SPI 3 bulanan keluaran software SCOPIC berupa series nilai SPI3 selama periode 1981-2010, selanjutnya digambarkan dalam bentuk grafik sehingga terlihat perubahan SPI 3 bulanan selama periode 30 tahun, di pos hujan Sokawati dan Sungapan yang mewakili wilayah Pemalang Jawa-Tengah.
Hasil nilai SPI 3 bulanan di Sokawati selama periode 1981 -2010 ditunjukan pada tabel 4.1 dan gambar 1 berikut ini:
Tabel 4.1 Indeks SPI 3 Bulanan Pos Hujan Sokawati 1981-2010
Gambar 1. Nilai SPI3 di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun (1981-2010)
Dari hasil SPI 3 bulanan diatas dapat dianalisis karakteristik kekeringan selama periode 1981-2010 di pos hujan Sokawati sebagai berikut :
Mengkategorikan SPI 3 bulanan ke dalam indeks Sangat Kering yaitu dengan menghitung banyaknya bulan kering dengan indeks lebih dari -2. Grafik menunjukan terdapat 11 kali kejadian SPI 3 bulanan dengan kategori Sangat Kering yaitu pada Nop-Des 82, Mei-Agust 91, Jan-Mar 92, Jul 94, dan jan 2003. Puncak kekeringan terjadi pada Des-82 dengan nilai SPI 3 bulanan sebesar -2.9.
Analisis eksposure SPI yang meliputi duration, severity dan intensity (Mc Kee, 1993) selama 30 tahun.
Ø  Durasi: lama atau jumlah bulan dengan nilai indeks SPI negatif (Negatif berturut-turut), di pos hujan Sokawati terdapat durasi sebanayak 17 kali, Durasi yang terlama terjadi selama 16 bulan yaitu Maret 2006- Jun 2007.

Ø  Severity yaitu tingkat keparahan dengan nilai indeks SPI kurang dari -1 berturut-turut. Dari grafik dapat terlihat selama 30 tahun (1981-2010) telah terjadi kekeringan yang parah (Severity) sebanyak 3 kali periode dengan lama 7-13 bulan. Severity Maksimum terjadi selama 13 bulan (Mei 91- Mei 92).

Ø  Intensity yaitu membandingkan severity dengan durasinya. Pentingnya mengukur nilai Intensity dikarenakan besarnya jumlah nilai SPI pada tingkat kekeringan parah tidak serta merta mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dari wilayah lainnya. Hal ini disebabkan banyak kekeringan yang terjadi pada periode yang singkat namun mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar atau sebaliknya. Nilai intensity rata- rata di pos hujan Sokawati yaitu -1.83 dan nilai intensity pada severity maksimum (Mei 91- Mei 92) sebesar -2.046.

Grafik Nilai SPI 3 bulanan di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun (1981-2010) yang menunjukan kondisi kekeringaan yang parah secara umum terjadi pada periode El Nino yaitu 1982-1983, 1991-1992, 1997,1994, 2002-2003 dan 2006-2007. Kekeringan. Kategori indeks El-Nino diambil dari nilai ONI (Ocean Nino Index) dapat dilihat pada tabel 4.2  sebagai berikut :
Tabel 4.2  Indeks El-Nino dan La-Nina Periode 1951-2013
Hasil nilai SPI 3 bulanan di Sungapan selama periode 1981 -2010 ditunjukan pada tabel 4.3 dan gambar 2 berikut ini:
Tabel 4.3 Indeks SPI 3 Bulanan Pos Hujan Sungapan 1981-2010
Gambar 2. Nilai SPI3 di Pos Hujan Sungapan selama 30 Tahun (1981-2010)
Dari hasil diatas dapat dianalisis karakteristik kekeringan selama periode 1981-2010 di pos hujan Sungapan sebagai berikut :
Grafik menunjukan terdapat 9 kali kejadian SPI 3 bulanan dengan kategori Sangat Kering dengan indeks SPI  lebih dari -2 yaitu pada Juli dan Des 1991, Jan-Feb 92, Jun-Jul 94, Nop 97, Jan 03 dan April 04. Puncak kekeringan terjadi pada Jan 92 dengan nilai SPI 3 bulanan sebesar -2.8.
Analisis exposure SPI yang meliputi duration, severity dan intensity (Mc Kee, 1993) selama 30 tahun.
Ø  Durasi: lama atau jumlah bulan dengan nilai indeks SPI negatif (Negatif berturut-turut), di pos hujan Sungapan terdapat durasi sebanyak 18 kali, dengan durasi  terlama terjadi selama 13 bulan yaitu Mei 91- Jul 92 dan Nop 93-Jan 95.
Ø  Severity yaitu tingkat keparahan dengan nilai indeks SPI kurang dari -1, Selama 30 tahun (1981-2010) telah terjadi kekeringan yang parah (severity) sebanyak 4 kali dengan lama 5-9 bulan. Severity maksimum terjadi 9 bulan (Jul 91-Mar 92) 

Ø  Intensity : Perbandingan severity dengan durasinya, Pentingnya mengukur nilai Intensity dikarenakan besarnya jumlah nilai SPI pada tingkat kekeringan parah tidak serta merta mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dari wilayah lainnya. Hal ini disebabkan banyak kekeringan yang terjadi pada periode yang singkat namun mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar atau sebaliknya. Nilai Intensity rata-rata sebesar –1.595 dan Intensity pada Severity maksimum yaitu -1.889.
Grafik Nilai SPI 3 bulanan di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun (1981-2010) yang menunjukan kondisi kekeringaan yang parah secara umum terjadi pada periode El Nino yaitu 1982-1983, 1991-1992, 1994, 1997, 2002-2003 dan 2006-2007. Kategori indeks El-Nino pada kajian ini diambil dari tabel 4.1 Indeks El-Nino dan La-Nina Periode 1951-2013 sumber dari ONI (Ocean Nino Index).
Berdasarkan analisis nilai SPI 3 bulanan dari dua pos hujan Sokawati dan Sungapan secara umum kekeringan terjadi pada waktu yang bersamaan namun tingkat kekeringan yang berbeda. Selama 30 tahun (1981-2010) di daerah Sokawati mengalami kekeringan dengan kategori sangat kering lebih banyak dibandingkan Sungapan. Kekeringan yang parah (severity) untuk Sokawati  sebanyak 3 kali dengan lama 7-13 bulan sedangkan daerah Sungapan sebanyak 4 kali dengan lamanya 5-9 bulan. Ini berarti Sokawati memiliki periode kekeringan lebih lama dibanding Sungapan. Nilai Intensity rata-rata di Sukowati menunjukan -1.83 sedangkan Sungapan 1.596 artinya Sokawati mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar dan mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dibanding Sungapan. Jadi  Secara umum di Sokawati lebih kering dibanding Sunagapan.










BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Analisis karakteristik kekeringan selama 30 tahun (1981-2010) untuk daerah Sokawati mengalami kekeringan dengan kategori Sangat Kering sebanyak 11 kali sedangkan Sungapan 9 kali. Analisis exposure SPI 3 bulanan yaitu Durasi maksimum untuk Sokawati 16 bulan sedangkan Sungapan 13 bulan. Severity untuk Sokawati sebanyak 3 kali dengan lama 7-13 bulan sedangkan daerah Sungapan severity 4 kali namun lamanya 5-9 bulan. Ini berarti Sokawati periode kekeringan lebih lama dibanding Sungapan. Nilai Intensity di Sukowati menunjukan -2.046 sedangkan Sungapan -1.889  artinya Sokawati mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar dan mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dibanding Sungapan. Jadi  Secara umum di Sokawati lebih kering dibanding Sungapan.
2.      Dari analisis Nilai SPI3 di Pos Hujan Sokawati dan Sungapan selama 30 tahun menunjukan bahwa fenomena  El- Nino menimbulkan kekeringan terparah.