ANALISIS KEKERINGAN DENGAN METODE SPI (STANDARDIZED
PRECIPITATION INDEX)
DI PEMALANG JAWA TENGAH
Oleh : Suci Pratiwi
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kekeringan
adalah suatu kondisi yang ditandai dengan rendahnya ketersediaan air yang jauh
di bawah kebutuhan air untuk kehidupan, pertanian, kegiatan
ekonomi dan lingkungan. Kekeringan
merupakan suatu kondisi penyimpangan sementara dan berbeda dengan musim
kemarau. Kekeringan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan dampak.
Terdapat empat kategori kekeringan, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan
pertanian, kekeringan hidrologi, dan kekeringan sosial-ekonomi. Kekeringan
meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu
musim dimana kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya
kekeringan. Disisi lain, kekeringan hidrologi dan pertanian merupakan
manifestasi fisik dari kekeringan meteorologis. Upaya yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kekeringan ini adalah dengan memahami
karakteristik iklim setiap daerah dengan baik sehingga dapat disusun rencana
strategis untuk menghadapi kekeringan pada daerah tersebut. Salah satu faktor
utama pembentuk karakteristik iklim adalah hujan. Namun, curah hujan jugalah
yang menjadi penyebab utama terjadinya kekeringan meteorologis. Untuk menggambarkan tingkat kekeringan atau derajat kekeringan disuatu daerah, diperlukan indeks yang
mewakili suatu keadaan kekeringan tersebut. Indeks kekeringan yang umum digunakan antara lain Standardized Precipitation Index (SPI), Palmer Drougth Severity Index (PSDI).
Indikator yang digunakan dalam memonitoring kekeringan yang dilakukan BMKG adalah menggunakan SPI
(Standardrized Precipitation Index). SPI adalah suatu indeks yang
diperoleh berdasarkan probabilitas curah hujan untuk setiap skala waktu. Metode
SPI merupakan model untuk
mengukur kekurangan/defisit curah hujan pada berbagai periode berdasarkan
kondisi normalnya. Namun
SPI bukanlah sebuah alat prediksi kekeringan. SPI membantu kita dalam
memonitoring tingkat kekeringan maupun kebasahan pada suatu wilayah tertentu.
Pada kajian ini metode SPI digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekeringan di
wilayah Kabupaten Pemalang-Jawa Tengah, dimana Kab.Pemalang merupakan salah
satu sentra penghasil beras di Jawa Tengah, karena kegiatan pertanian sangat
rentan terhadap kekeringan, untuk itu dengan analisis kekeringan diharapakan
dapat membantu petani Pemalang-Jateng mengenali karakteristik kekeringan berdasarkan hasil
perhitungan nilai indeks SPI (Standardrized
Precipitation Index).
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan yang akan dicapai
dalam pembuatan kajian
ini adalah:
1.
Menghitung tingkat
kekeringan 3 Bulanan (SPI 3 bulanan) di
wilayah kabupaten Pemalang-Jateng dengan software SCOPIC.
2.
Mengetahui karakteristik kekeringan berdasarkan hasil
perhitungan nilai indeks SPI 3 bulanan dengan menganalisis eksposure
SPI yang meliputi severity,
duration
dan intensity
kekeringan SPI selama
30 tahun periode Januari 1981
sampai Juli
2010 pos hujan Sokawati dan Sungapan
Pemalang-Jawa Tengah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2
Jenis Kekeringan
1.
Kekeringan meteorologis : berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada dibawah
kondisi normalnya pada suatu musim.
Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama
terjadinya kondisi kekeringan.
2.
Kekeringan pertanian : berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam tanah
(lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air bagi tanaman
pada suatu periode tertentu.
3.
Kekeringan hidrologis : berhubungan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan
air tanah. Kekeringan hidrologis diukur
dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah.
4.
Kekeringan sosial ekonomis : berkurangnya
pasokan komoditi yang bernilai ekonomi akibat dari terjadinya kekeringan
meteorologis, pertanian dan hidrologis
2.3
Indeks Kekeringan Standardized Precipitation Indeks (SPI)
Terjadinya
kekeringan meteorologis merupakan tanda awal terjadinya kekeringan, sehingga
perlu dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kekeringannya sehingga bisa
dijadikan sebagai peringatan dini akan adanya kekeringan yang lebih jauh. Salah
satu metode yang digunakan dalam analisis kekeringan meteorologis ini SPI
(Standardized Precipitation Index). Standardized Precipitation Index (SPI)
adalah suatu
indeks yang diperoleh berdasarkan probabilitas curah hujan untuk setiap skala
waktu. Metode ini merupakan model untuk mengukur kekurangan/defisit curah hujan
pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. SPI dikembangkan oleh T.B. McKee, N.J. Doesken, and J. Kleist,
Colorado State University (1993). SPI dapat dihitung untuk skala waktu
yang berbeda, sehingga dapat memberi peringatan dini kekeringan dan membantu
menilai tingkat keparahan kekeringan, dan dianggap lebih sederhana daripada
indeks Palmer. Hal ini memungkinkan fleksibilitas temporal SPI akan berguna
dalam aplikasi pertanian maupun hidrologi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun SPI bukanlah sebuah alat prediksi kekeringan. SPI membantu kita dalam
memonitoring tingkat kekeringan maupun kebasahan pada suatu wilayah tertentu.
Perhitungan SPI untuk setiap lokasi didasarkan pada data
curah hujan jangka panjang untuk jangka waktu yang diinginkan. Catatan jangka
panjang ini dikaitkan ke distribusi probabilitas, yang kemudian dirubah menjadi
distribusi normal sehingga nilai rata-rata SPI untuk lokasi dan waktu yang
diinginkan adalah nol (Edwards dan
McKee, 1997). Nilai SPI yang positif menunjukkan nilai yang lebih besar
dari curah hujan rata-rata, dan nilai negatif menunjukkan kurang dari curah
hujan rata-rata. Karena SPI dinormalisasikan, maka
kondisi basah dan kering dapat diwakili dengan cara yang sama, sehingga periode
basah juga dapat dimonitor menggunakan SPI.
Adapun
beberapa keuntungan yang
dimiliki oleh SPI adalah :
- Hanya
memerlukan “data curah hujan
bulanan”.
- Dapat
dibandingkan dengan daerah yang berbeda keadaan iklimnya.
- Dapat
digunakan untuk menentukan penyimpangan dari kekeringan saat ini (tahun
yang sedang berjalan).
- Dapat
dibuat untuk periode yang berbeda dari 1 s/d 36 bulan.
Adapun
beberapa kelebihan yang dimiliki oleh SPI adalah :
·
SPI dapat dihitung
untuk skala waktu yang berbeda
·
Dapat memberikan
peringatan dini kekeringan
·
Dapat membantu menilai
tingkat keparahan kekeringan
·
SPI lebih sederhana
daripada Palmer Drought Severity Index
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, maka SPI sangat sensitif terhadap kualitas dan kuantitas data yang
digunakan agar sesuai distribusi. McKee et. (1993) merekomendasikan menggunakan setidaknya 30 tahun
dengan kualitas data yang tinggi. Penerapan SPI tergantung pada distribusi
probabilitas sesuai teori yang ditemukan pada model data curah hujan mentah
sebelum standardisasi.
McKee et al. (1993) menggunakan
sistem klasifikasi yang ditunjukkan dalam tabel nilai SPI untuk menentukan
intensitas kekeringan yang dihasilkan dari SPI. Sebuah peristiwa kekeringan
terjadi setiap saat jika SPI secara terus-menerus negatif dan mencapai
intensitas -1,0 atau kurang. Kekeringan ini berakhir ketika SPI menjadi
positif. Setiap peristiwa kekeringan, memiliki durasi yang bisa didefinisikan
awal dan akhir, dan intensitas untuk setiap bulan berlanjut.
Berdasarkan nilai SPI ditentukan “tingkat
kekeringan dan kebasahan” dengan katagori sebagai berikut :
Tabel 2.1 lasifikasi skala nilai SPI
Analisis kekeringan meteorologis dengan menggunakan metode SPI ini dapat dilakukan dengan perioide waktu satu bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, dua belas bulanan dan seterusnyasesuai dengan tujuan dilakukannya analisis.
BAB III
DATA DAN METODE
3.1
DATA
Data yang digunakan dalam analisis kekeringan dengan metode SPI (Standardrized Precipitation Index) di Pemalang Jawa tengah yaitu data curah hujan bulanan
dari pos hujan pos hujan Sokawati dan
Sungapan Pemalang-jawa Tengah, selama 30 tahun periode periode
Januari 1981 sampai Juli 2010.
3.2
METODE
Dalam analisis kekeringan di
Pemalang-Jateng jangka waktu perhitungan SPI digunakan SPI 3 bulanan artinya memberikan perbandingan
curah hujan selama periode 3 bulan tertentu dengan total curah hujan dari
periode 3 bulan yang sama untuk semua tahun yang telah ada dalam data
history/database. Menggunakan SPI
3 bulanan dapat “mencerminkan kondisi
kelembaban tanah jangka pendek dan menengah”. Nilai SPI dihitung menggunakan metoda statistik
probabilistik distribusi gamma.
Operasional
BMKG memanfaatkan software SCOPIC untuk memonitor kekeringan meteorologis
dengan menggunakan metode SPI. denga menggunakan software SCOPIC dapat dikeluarkan Standardrized
Precipitation Index sebagai dasar
menentukan tingkat kekeringan suatu daerah.
Dalam software SCOPIC series
data curah hujan tidak boleh
ada data yang kosong. Metode untuk mengisi data kosong dengan aritmatika
sederhana yaitu mengisi data kosong dengan hasil rata-rata bulanan selama 30
tahun atau periode yang ada.
Setelah diperoleh data series
nilai Indeks SPI 3 bulanan selanjutnya dibuat grafik untuk dilakukan analisis
karakteristik kekeringan dengan menganalisis eksposure
kekeringan SPI periode Januari 1981 sampai Juli 2010 pos hujan Sokawati dan Sungapan Pemalang-Jawa Tengah. Perhitungan
eksposure kekeringan SPI (Mc Kee, 1993) sebagai berikut:
1)
Durasi :lama
atau jumlah bulan dengan nilai indeks SPI negative (Negatif berturut-turut),
dikuantifikasi oleh :
Keterangan
:
d :
duration
SPIi : indeks SPI ke i (i = 1,2,…,n)
2)
Saverity: tingkat keparahan dengan nilai indeks SPI <-1 (Negatif < -1
berturut-turut).
3)
Intensity : perbandingan severity
dengan duration
Sum of SPI<-1 / Num of month
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil SPI 3 bulanan
keluaran software SCOPIC berupa series
nilai SPI3 selama periode 1981-2010, selanjutnya digambarkan dalam
bentuk grafik sehingga terlihat perubahan SPI 3 bulanan selama periode 30
tahun, di pos hujan Sokawati dan Sungapan yang mewakili wilayah Pemalang
Jawa-Tengah.
Hasil nilai
SPI 3 bulanan di Sokawati selama periode 1981 -2010 ditunjukan pada tabel 4.1
dan gambar 1 berikut ini:
Tabel 4.1
Indeks SPI 3 Bulanan Pos Hujan Sokawati 1981-2010
Gambar
1. Nilai SPI3 di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun (1981-2010)
Dari hasil SPI
3 bulanan diatas dapat dianalisis karakteristik kekeringan selama periode 1981-2010 di pos hujan Sokawati sebagai berikut :
Mengkategorikan SPI 3 bulanan ke dalam indeks Sangat Kering yaitu dengan menghitung
banyaknya bulan kering dengan indeks lebih dari -2. Grafik menunjukan terdapat
11 kali kejadian SPI 3 bulanan dengan kategori Sangat Kering yaitu pada Nop-Des
82, Mei-Agust 91, Jan-Mar 92, Jul 94, dan jan 2003. Puncak kekeringan terjadi
pada Des-82 dengan nilai SPI 3 bulanan sebesar -2.9.
Analisis eksposure
SPI yang meliputi duration, severity dan intensity (Mc Kee, 1993) selama 30 tahun.
Ø Durasi: lama atau jumlah bulan
dengan nilai indeks SPI negatif (Negatif berturut-turut), di pos hujan Sokawati terdapat
durasi sebanayak 17 kali, Durasi yang
terlama terjadi selama 16 bulan yaitu Maret 2006- Jun 2007.
Ø Severity yaitu tingkat keparahan dengan nilai indeks SPI kurang dari -1 berturut-turut. Dari grafik dapat
terlihat selama
30 tahun (1981-2010) telah terjadi kekeringan yang parah (Severity) sebanyak 3 kali periode dengan lama 7-13 bulan. Severity Maksimum terjadi selama 13 bulan (Mei 91- Mei 92).
Ø Intensity yaitu membandingkan severity
dengan durasinya. Pentingnya mengukur nilai Intensity dikarenakan besarnya jumlah nilai SPI pada tingkat kekeringan parah tidak
serta merta mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dari wilayah lainnya.
Hal ini disebabkan banyak kekeringan yang terjadi pada periode yang singkat
namun mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar atau sebaliknya. Nilai
intensity rata- rata di pos hujan
Sokawati yaitu -1.83 dan nilai intensity
pada severity maksimum (Mei 91- Mei
92) sebesar -2.046.
Grafik Nilai SPI 3 bulanan di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun
(1981-2010) yang menunjukan kondisi
kekeringaan yang parah secara umum terjadi pada periode El Nino yaitu 1982-1983,
1991-1992, 1997,1994, 2002-2003 dan 2006-2007. Kekeringan. Kategori indeks El-Nino
diambil dari nilai ONI (Ocean Nino Index) dapat dilihat pada
tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Indeks El-Nino dan La-Nina
Periode 1951-2013
Hasil nilai
SPI 3 bulanan di Sungapan selama periode 1981 -2010 ditunjukan pada tabel 4.3
dan gambar 2 berikut ini:
Tabel 4.3
Indeks SPI 3 Bulanan Pos Hujan Sungapan 1981-2010
Gambar 2. Nilai SPI3 di Pos Hujan Sungapan selama 30
Tahun (1981-2010)
Dari hasil
diatas dapat dianalisis karakteristik kekeringan selama periode 1981-2010 di pos hujan Sungapan sebagai berikut :
Grafik
menunjukan terdapat 9 kali kejadian SPI 3 bulanan dengan kategori Sangat Kering
dengan indeks SPI lebih dari -2 yaitu
pada Juli dan Des 1991, Jan-Feb 92, Jun-Jul 94, Nop 97, Jan 03 dan April 04.
Puncak kekeringan terjadi pada Jan 92 dengan nilai SPI 3 bulanan sebesar -2.8.
Analisis exposure
SPI yang meliputi duration, severity dan
intensity (Mc Kee, 1993) selama 30
tahun.
Ø Durasi: lama atau jumlah bulan
dengan nilai indeks SPI negatif (Negatif berturut-turut), di pos hujan Sungapan terdapat
durasi sebanyak 18 kali, dengan durasi
terlama terjadi selama 13 bulan
yaitu Mei 91- Jul 92 dan Nop 93-Jan 95.
Ø Severity yaitu tingkat keparahan
dengan nilai indeks SPI kurang dari -1, Selama 30 tahun (1981-2010)
telah terjadi kekeringan yang parah (severity) sebanyak 4 kali dengan lama 5-9
bulan. Severity maksimum terjadi 9 bulan (Jul 91-Mar 92)
Ø Intensity : Perbandingan
severity dengan durasinya, Pentingnya mengukur nilai Intensity dikarenakan besarnya jumlah nilai SPI pada tingkat kekeringan parah tidak
serta merta mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dari wilayah lainnya.
Hal ini disebabkan banyak kekeringan yang terjadi pada periode yang singkat
namun mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar atau sebaliknya. Nilai
Intensity rata-rata sebesar –1.595
dan Intensity pada Severity maksimum yaitu
-1.889.
Grafik Nilai SPI 3 bulanan di Pos Hujan Sokawati selama 30 Tahun
(1981-2010) yang menunjukan kondisi
kekeringaan yang parah secara umum terjadi pada periode El Nino yaitu
1982-1983, 1991-1992, 1994, 1997, 2002-2003 dan 2006-2007. Kategori indeks
El-Nino pada kajian ini diambil dari tabel 4.1 Indeks El-Nino dan La-Nina
Periode 1951-2013 sumber dari ONI (Ocean Nino Index).
Berdasarkan analisis
nilai SPI 3 bulanan dari dua pos hujan Sokawati dan Sungapan secara umum
kekeringan terjadi pada waktu yang bersamaan namun tingkat kekeringan yang
berbeda. Selama
30 tahun (1981-2010) di daerah Sokawati mengalami
kekeringan dengan kategori sangat kering lebih banyak dibandingkan Sungapan. Kekeringan yang parah
(severity) untuk Sokawati sebanyak 3
kali dengan lama 7-13 bulan sedangkan daerah Sungapan sebanyak 4 kali dengan lamanya
5-9 bulan. Ini berarti Sokawati memiliki periode kekeringan lebih lama
dibanding Sungapan. Nilai Intensity rata-rata di
Sukowati menunjukan -1.83 sedangkan Sungapan 1.596 artinya Sokawati mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang besar dan mencerminkan
wilayah tersebut lebih kering dibanding Sungapan. Jadi Secara umum di Sokawati lebih kering
dibanding Sunagapan.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Analisis karakteristik
kekeringan selama 30 tahun (1981-2010) untuk daerah Sokawati mengalami
kekeringan dengan kategori Sangat Kering sebanyak 11 kali sedangkan Sungapan 9
kali. Analisis exposure SPI 3 bulanan yaitu Durasi
maksimum untuk Sokawati 16 bulan sedangkan Sungapan 13 bulan. Severity untuk Sokawati sebanyak
3 kali dengan lama 7-13 bulan sedangkan daerah Sungapan severity 4 kali namun
lamanya 5-9 bulan. Ini berarti Sokawati periode kekeringan lebih lama dibanding
Sungapan. Nilai Intensity di Sukowati menunjukan -2.046
sedangkan Sungapan -1.889 artinya
Sokawati mempunyai intensitas kekuatan kekeringan yang
besar dan mencerminkan wilayah tersebut lebih kering dibanding Sungapan.
Jadi Secara umum di Sokawati lebih
kering dibanding Sungapan.
2.
Dari analisis Nilai SPI3 di Pos Hujan Sokawati dan Sungapan selama 30
tahun menunjukan bahwa fenomena El- Nino menimbulkan kekeringan terparah.